Monday 14 October 2019

FUNGSI UTAMA DALAM FOTOSINTESIS



Fotosintesis merupakan proses di mana tanaman (terutama tanaman hijau) dan organisme tertentu lainnya yang dapat mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Selama proses fotosintesis berlangsung pada tanaman hijau, energi cahaya ditangkap dan digunakan untuk mengubah air, karbon dioksida, dan mineral menjadi oksigen dan senyawa organik yang kaya akan energi.
 
Fotosintesis sangatlah pennting dalam pemeliharaan kehidupan di muka Bumi. Jika fotosintesis berhenti, maka hanya akan  ada sedikit makanan atau bahan organik lainnya yang tersisa di Bumi. Sebagian besar organisme herbifora akan menghilang, dan pada saat waktunya tiba atmosfer di Bumi akan menjadi hampir tidak ada. Satu-satunya organisme yang dapat hidup dalam kondisi seperti itu adalah bakteri kemosintetik, yang dapat memanfaatkan energi kimia dari senyawa anorganik tertentu dan karenanya tidak bergantung pada konversi energi cahaya.

Energi yang dihasilkan oleh fotosintesis yang dilakukan oleh tanaman jutaan tahun yang lalu bertanggung jawab atas bahan bakar fosil (mis., Batubara, minyak, dan gas) yang memberi sumber energi pada masyarakat pada bidang industri. Di masa lalu, tanaman hijau dan organisme kecil yang memakan tanaman meningkat lebih cepat daripada yang dikonsumsi, dan sisa-sisa mereka disimpan di kerak bumi oleh sedimentasi dan proses geologi lainnya. 

Di saat itu sisa sisa tanaman yang telah mati terlindung dari oksidasi, sisa-sisa organik ini secara perlahan dikonversi menjadi bahan bakar fosil. Bahan bakar ini tidak hanya menyediakan banyak energi yang digunakan di pabrik, rumah, dan transportasi tetapi juga berfungsi sebagai bahan baku untuk plastik dan produk sintetis lainnya. Sayangnya, peradaban modern menggunakan kelebihan produksi fotosintesis terakumulasi selama jutaan tahun. 

Akibatnya, karbon dioksida yang telah dikeluarkan dari udara untuk membuat karbohidrat dalam fotosintesis selama jutaan tahun dikembalikan dengan kecepatan yang luar biasa cepat. Konsentrasi karbon dioksida di atmosfer Bumi meningkat dengan cepat dibanding yang pernah ada dalam sejarah Bumi dahulu, dan fenomena ini dikhawatirkan memiliki implikasi besar pada iklim Bumi.

Kebutuhan untuk makanan, bahan, dan energi di dunia di mana populasi manusia berkembang pesat telah menciptakan kebutuhan untuk meningkatkan jumlah fotosintesis dan efisiensi mengubah keluaran fotosintesis menjadi produk yang bermanfaat bagi manusia. Satu respons terhadap kebutuhan itu yang disebut Revolusi Hijau, yang dimulai pada pertengahan abad ke-20 mencapai peningkatan besar dalam hasil pertanian melalui penggunaan pupuk kimia, pengendalian hama dan penyakit tanaman, pemuliaan tanaman, dan penggilingan mekanis, pemanenan, dan pengolahan tanaman. 

Upaya ini membatasi wabah kelaparan yang parah pada beberapa wilayah di dunia meskipun pertumbuhan penduduknya cepat, tetapi tidak menghilangkan malnutrisi yang meluas. Terlebih lagi, mulai awal 1990-an, laju peningkatan hasil panen utama mulai menurun. terutama  untuk produksi beras di Asia. Meningkatnya biaya yang terkait dengan mempertahankan tingkat produksi pertanian yang tinggi, yang membutuhkan input  pupuk dan pestisida yang terus meningkat dan pengembangan varietas tanaman baru secara terus-menerus, juga menjadi masalah bagi petani di banyak negara.

Revolusi pertanian kedua, yang didasarkan pada rekayasa genetika tanaman, diperkirakan akan mengarah pada peningkatan produktivitas tanaman dan dengan demikian mengurangi sebagian malnutrisi. Sejak tahun 1970-an, ahli biologi molekuler telah memiliki cara untuk mengubah bahan genetik tanaman (asam deoksiribonukleat, atau DNA) dengan tujuan mencapai peningkatan dalam penyakit dan ketahanan terhadap kekeringan, hasil dan kualitas produk, sifat tahan beku, dan sifat-sifat lain yang diinginkan. 

Namun, sifat-sifat seperti itu pada dasarnya kompleks, dan proses membuat perubahan pada tanaman tanaman melalui rekayasa genetika ternyata lebih rumit daripada yang difikirkan. Di masa depan, rekayasa genetika semacam itu dapat menghasilkan perbaikan dalam proses fotosintesis, tetapi pada dekade pertama abad ke-21, ia belum menunjukkan bahwa ia dapat secara dramatis meningkatkan hasil panen.

Hal menarik lainnya dalam studi tentang fotosintesis adalah adanya penemuan bahwa hewan-hewan tertentu mampu mengubah energi cahaya menjadi energi kimia seperti Siput laut hijau zamrud (Elysia chlorotica), misalnya, memperoleh gen dan kloroplas dari Vaucheria litorea, alga yang dikonsumsi, memberinya kemampuan terbatas untuk menghasilkan klorofil. Ketika kloroplas yang cukup berasimilasi, siput dapat berhenti mengkonsumsi makanan. Aphid kacang (Acyrthosiphon pisum) dapat memanfaatkan cahaya untuk memproduksi senyawa kaya energi adenosine triphosphate (ATP); kemampuan ini telah dikaitkan dengan pembuatan pigmen karotenoid aphid.

No comments:

Post a Comment