PENGARUH CURAH HUJAN TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN GANDUM
( Tristicum aestivum
L.
)
PAPER
OLEH :
M. ANSYARI/ 160301135
AGROEKOTEKNOLOGI III - B
L A B O
R A T
O R I
U M A
G R O K L
I M A
T O L O G I
P R O G R A M S T U D I
A G R O E K O T E K N O L O G I
F A
K U L T A
S P E
R T A
N I A N
UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
2 0 1 6
PENGARUH CURAH
HUJAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN GANDUM
( Tristicum aestivum
L.
)
PAPER
OLEH :
M. ANSYARI/ 160301135
AGROEKOTEKNOLOGI III - B
Paper
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memenuhi Komponen Penilaian di
Laboratorium Agroklimatologi, Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Diketahui
Oleh :
Dosen
Penanggung jawab
(
Dr. Dra. Ir.
Chairani Hanum, M.S
)
NIP
: 196108311988032004
L A B O
R A T
O R I
U M A
G R O K L
I M A
T O L O G I
P R O G R A M S T U D I
A G R O E K O T E K N O L O G I
F A
K U L T A
S P E
R T A
N I A N
UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
2 0 1 6
KATA PENGANTAR
Puji sukur penulis ucapkan kehairat Tuhan Yang Maha
Esa, dimana atas Berkat Rahmat dan KaruniaNya penulis dapat menyelesaikan Paper
ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari Paper ini adaah “Pengaruh Curah
Hujan Terhadap Pertumbuhan Tanaman Gandum( Tristicum aestivum
L.
)” yang digunakan sebagai penambahan
komponen penilaian di Laboratorium Agroklimatologi, Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dosen Mata Kuliah Agroklimatologi, yaitu : Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum,
M.S; Dr. Nini Rahmawati, SP,
M.Si; Dr. Ir. Yaya Hasanah, M.Sc; Ir. Lisa
Mawarni, M.P; Ir. Irsal, M.P; Ir. T. irmansyah M.P, serta kepada abang dan
kakak asisten di laboratorium yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan
Paper ini.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari
kata sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar Paper ini lebih baik lagikedepannya. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih atas perhatiannya.
Medan, November
2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Kegunaan Penulisan
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanah
HUBUNGAN RADIASI SURYA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI MERAH ( Capsicum annum L. )
Pengertian Curah hujan
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Curah Hujan
Hubungan Curah Hujan Terhadap
Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan
Tanaman Gandum ( Tristicum
aestivum L. )
Hubungan Curah HujanTerhadap Pertumbuhan Tanaman Gandum( Tristicum
aestivum L. )
KESIMPULAN
LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gandum
(Triticum aestivum L.) merupakan
tanaman yang berasal dari daerah subtropis, akan tetapi melalui usaha–usaha
manusia dibidang pemuliaan dan budidaya tanaman, penyebaran tanaman gandum
mulai meluas ke daerah iklim sedang dan tropis. Pengembangan gandum di
Indonesia dimulai sejak Menteri Pertanian dipegang oleh Prof.Dr.Ir.H. Thoyib
Hadiwijaya dengan membentuk Tim Inti Uji Adaptasi Gandum pada tahun 1978,
lokasi uji coba terletak di Kabanjahe (Sumatera Utara). Benih asal yang
digunakan adalah Cimmyt Meksiko dengan produktivitas empat ton/ha dalam bentuk
pecah kulit (Dinas Pertanian, 2008).
Pada
tahun 2001 pemerintah Indonesia melalui Departemen Pertanian merintis
pengembangan gandum dalam bentuk demonstrasi area di enam provinsi yaitu
Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, dan Sulawesi Selatan, dengan menggunakan benih galur asal India dan
Cimmyt. Sampai tahun 2003 Ditjen Tanaman Pangan Departemen Pertanian terus
melakukan pengembangan gandum berupa penelitian dan percobaan dalam rangka
penyiapan dan perbanyakan sekaligus uji multi lokasi. Hasil yang diperoleh dari
usaha pengembangan tersebut cukup menggembirakan dan memperoleh respon yang
cukup baik dari petani dan pemerintah daerah. Panen perdana gandum dilakukan
pada tahun 2002 di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. (Dinas Pertanian, 2008).
Di
Indonesia lokasi yang memiliki kondisi iklim yang sesuai untuk pertumbuhan
gandum dan telah digunakan sebagai lokasi pengembangan hingga tahun 2008 yaitu
Nangro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu,
Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan timur, dan Sulawesi Selatan (Dinas Pertanian, 2008).
Pemanasan global (global
warming) telah mengubah kondisi iklim global, regional, dan lokal. Perubahan
iklim global disebabkan antara lain oleh peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
akibat berbagai aktivitas yang mendorong peningkatan suhu bumi. Mengingat iklim
adalah unsur utama dalam sistem metabolisme dan fisiologi tanaman, maka
perubahan iklim global akan berdampak buruk terhadap keberlanjutan pembangunan
pertanian (Andriyani, 2009).
Berdasarkan
kegunaannya gandum dapat dibedakan menjadi gandum lunak (soft wheat) dan gandum keras (hard
wheat), gandum lunak memiliki kadar protein 6–11 persen. Karena kandungan gluten yang dimiliki rendah maka gandum lunak cocok untuk pembuatan
kue–kue kering, biskuit, crackers, dan sebagainya yang tidak
memerlukan daya kembang yang tinggi sehingga dapat memberikan bentuk pada hasil
cetakan kue. Gandum keras memiliki kadar protein 11–17 persen dan gluten yang lebih tinggi daripada gandum
lunak sehingga dapat menghasilkan tepung gandum yang kuat daya kembangnya dan
sangat cocok untuk pembuatan roti.
Selain itu gandum keras warnanya lebih gelap dan tidak memperlihatkan
zat pati yang putih seperti gandum lunak (Andriyani, 2009)
Rekayasa iklim mikro penting
untuk dilakukan karena pemanasan global menyebabkan berbagai anomali iklim yang
berpengaruh terhadap iklim mikro. Dengan mengetahui karakteristik iklim mikro
pada berbagai perlakukan rekayasa iklim diharapkan dapat dijadikan dasar bagi
pengembangan rekayasa iklim mikro yang lebih lanjut. Sehingga anomali iklim
yang terjadi dapat diminimalisasi dengan rekayasa iklim mikro yang tepat
(Andriyani, 2009).
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan yang dilakukan adalah untuk mengetahui
hubungan curah hujan
terhadap pertumbuhan tanaman gandum
(Triticum aestivum
.L)
Kegunaan Penulisan
Sebagai salah satu syarat untuk dapat memenuhi
komponen penilaian di laboratorium Agroklimatologi, Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan
sebagai sumber informasi bagi yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut
klasifikasi dalam tata nama (sistem tumbuhan) tanaman Gandum termasuk kedalam,
Divisi : Magnoliophyta ;
Sub divisi : Spermatophyta; Kelas : Liliopsida;
Ordo : Poales;
Famili : Poaceae;
Genus : Triticum;
Spesies : (Triticum
aestivum
. L)
Berdasarkan
kegunaannya gandum dapat dibedakan menjadi gandum lunak (soft wheat) dan gandum keras (hard
wheat), gandum lunak memiliki kadar protein 6–11 persen. Karena kandungan gluten yang dimiliki rendah maka gandum lunak cocok untuk pembuatan
kue–kue kering, biskuit, crackers, dan sebagainya yang tidak
memerlukan daya kembang yang tinggi sehingga dapat memberikan bentuk pada hasil
cetakan kue. Gandum keras memiliki kadar protein 11–17 persen dan gluten yang lebih tinggi daripada gandum
lunak sehingga dapat menghasilkan tepung gandum yang kuat daya kembangnya dan
sangat cocok untuk pembuatan roti.
Selain itu gandum keras warnanya lebih gelap dan tidak memperlihatkan
zat pati yang putih seperti gandum lunak (
Harpenas, 2010).
Seperti tanaman yang lainnya, tanaman gandum mempunyai bagian-bagian
tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, buah dan biji.
1.
Akar
Menurut (Harpenas, 2010), akar tanaman gandum
memiliki dua macam akar yaitu akar kecambah, merupakan akar pertama yang tumbuh
dari embrio dan akar adventif yang kemudian tumbuh dari buku dasar. Berbeda
dengan akar kecambah yang kemudian mati, akar adventif membentuk sistem
perakaran yang perakarannya berada sedalam 10-30 cm di bawah permukaan tanah.
2.
Batang
Batang gandum menurut (Hewindati, 2006) Batang tanaman gandum tegak,
berbentuk silinder dan membentuk tunas.
Ruas-ruasnya pendek dan buku-bukunya berongga. Pada tanaman dewasa
terdiri dari rata-rata enam ruas. Tinggi tanaman gandum atau panjang batang
dipengaruhi oleh sifat genetik dan lingkungan tumbuh 3.
Daun
3. Daun
Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder,
diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Helaian daun
gandum tersusun dalam setiap batang, setiap daun membentuk sudut 1800 dari
daun yang satu dengan daun yang lainnya. Daun telinga (auricle) barwarna pucat atau kemerah-merahan. Sedangkan lidah daun
tidak berwarna, tipis dan berujung bulu-bulu dan halus (Dirjen Bina Produksi
Tanaman Pangan, 2001).
4.
Bunga
Menurut (Hendiwati, 2006), Bunga tanaman gandum
berbentuk malai terdiri dari bulir-bulir. Tiap bulir terdiri dari lima buah
bunga. Malai tersusun buku dan ruas yang pendek dan menyempit pada pangkal dan
ujungnya melebar. Ujung bulir membentuk rambut yang panjang bervariasi (Nasir,
1987 cit., Sudarmini, 2001). Gandum
termasuk tanaman yang mengadakan penyerbukan sendiri, kemungkinan penyerbukan
silang 1-4 persen.
5.
Buah dan Biji
Buah gandum
menurut (Anonimc, 2010), Butir
gandum (kernel, grain) secara botani
adalah buah (caryopsis). Kulit biji
berimpit dengan kulit buah. Biji terdiri dari nutfah (germ atau embrio), endosperm,
scutellum. dan lapisan aleuron. Bentuk butir bervariasi dari lonjong bundar
sampai lonjong lancip. Biji gandum berwarna merah kecoklat-coklatan, putih dan
warna diantara keduanya.
Syarat Tumbuh
Iklim
Pada dasarnya tanaman gandum dapat beradaptasi secara luas
dipermukaan bumi, mulai dari dekat khatulistiwa sampai 60°LU dan 40°LS.
Daerah-daerah penyebarannya adalah 30-60°LU dan 25-40°LS. Di Indonesia gandum ditanam di daerah
pegunungan diatas 800 meter diatas permukaan laut (dpl). Suhu minimum untuk
pertumbuhan adalah 2-4°C, suhu optimum sekitar 20-25°C sedangkan suhu maksimum
37°C. Umumnya tanaman gandum membutuhkan curah hujan minimum 250 mm, curah
hujan selama periode hidupnya diperlukan untuk mendorong pertumbuhan dan
perkembangan. Kebutuhan air bervariasi setiap fase perkembangan tergantung
kondisi iklim dan tanah ( Chang, 1968, cit.,
Sudarmini, 2001). Penggunaan air tanaman ini ditentukan oleh waktu tanam,
jumlah benih yang disemai, varietas dan kombinasi diantara faktor-faktor
tersebut. Tanaman gandum banyak ditanam pada daerah-daerah dengan kisaran curah
hujan 350–1.250 mm. Curah hujan efektif
untuk pertanaman gandum adalah 825 milimeter per tahun akan memberikan produksi
yang tinggi, dengan pelaksanaan pergiliran tanaman dan pembuatan saluran
irigasi (Anonimous, 2003).
Kekurangan air pada fase
pertumbuhan gandum dapat mempengaruhi hasil akhir yang diperoleh.
Periode pertumbuhan yang sangat sensitif terhadap kekurangan air terjadi selama
fase pembungaan organ reproduksi dan pembungaan (Santika, 1999).
Komponen iklim terdiri atas temperatur harian, kelembaban dan curah
hujan, angin serta cuaca. Syarat iklim yang penting yang harus terpenuhi untuk
pertumbuhan tanaman hot beauty atau gandum hibrida lainnya adalah tersedianya Intensitas cahaya yang cukup.
(Nawangsih, dkk, 2001).
Suhu paling ideal perkecambahan gandum adalah 25-300C. Untuk pertumbuhannya, tanaman
gandum
memerlukan suhu 24-280 C. Suhu yang terlalu rendah kan menghambat pertumbuhan tanaman.
Selain itu pertumbuhan dan perlembangan bunga dan buah menjadi kurang sempurna
(Tarigan dan Wiryanta, 2003).
Tanaman gandum dapat beradaptasi dengan baik pada kelembaban udara
yang relatif rendah. Di daerah-daerah pegunungan yang ada di
Indonesia kelembaban udara rata-rata adalah 90 persen dalam musim hujan dan 80
persen dalam musim kemarau. Waktu yang
paling baik dalam menanam gandum di Indonesia adalah menjelang musim kemarau
sehingga fase pematangan jatuh pada musim kemarau, karena pada bulan pertama
dan kedua diperlukan air yang merata dan cukup jumlahnya dalam pembentukan
tunas dan primordial. Sedangkan pada
bulan ketiga mulai fase pematangan tidak memerlukan banyak air. Untuk daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur penanaman gandum dimulai bulan Maret sampai dengan bulan Juni dengan
curah hujan 643-841 milimeter dan hari hujan 2,8-3,6 hari per bulan, sedang
suhu berkisar antara 15,1-20,6°C (Nawangsih, dkk, 2001).
Lama penyinaran (fotoperiodesitas) yang dibutuhkan tanaman gandum antara 10-12 jam
penyinaran sehari. Di Indonesia ini akan terpenuhi, karena lama penyinaran di
daerah ekuator sekitar 11 jam 56 menit sampai 12 jam 7 menit, sedangkan pada
lintang 100
lama penyinaran antara 11 jam 17 menit sampai 11 jan 33 menit.
(Anonimous, 2002).
Tanah
Syarat tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman gandum adalah : 1)
hara yang diperlukan cukup tersedia 2) tidak ada zat toksik 3) kelembapan
mendekati kapasitas lapang 4) suhu tanah rata-rata berkisar 12-28°C 5) aerasi
tanah baik dan 6) tidak ada lapisan padat yang menghambat penetrasi akar gandum
untuk menyusuri tanah. (Widodo, 2002).
Adaptasi tanaman gandum terhadap jenis-jenis tanah juga sangat luas,
akan tetapi jenis tanah yang baik adalah tanah yang dapat menahan air dalam
jumlah yang cukup selama pertumbuhan tanaman. Umumnya jenis tanah untuk
pertanaman gandum di Indonesia adalah andosol, regosol kelabu, latosol dan
aluvial, pH tanah yang baik untuk pertumbuhan gandum adalah berkisar 6,8-7,5 (Tarigan
dan Wiryanta, 2003).
Karena penanaman gandum dilakukan pada musim kemarau setelah musim
hujan maka tanah diberakan untuk menjaga aerasi tanah. Pengolahan
dilakukan dua kali yaitu: 1) Pengolahan pertama pencangkulan/pembajakan
dengan tujuan menggemburkan tanah dan membasmi gulma; 2) Pengolahan tanah kedua yaitu satu minggu
setelah pengolahan pertama, sekaligus pemberian pupuk organik bila diperlukan
kemudian tanah dibiarkan selama 7-10 hari. Sebelum penanaman terlebih dahulu
dibuat lubang pertanaman dengan cara ditugal, kemudian benih dimasukan 2-3
butir/lubang dan ditutup dengan tanah halus.. (Setiadi, 1989).
Tanah dengan tingkat keasaman rendah
(lebih kecil dari 5 skala pH) akan mempengaruhi ketersediaan hara bagi tanaman.
Meskipun jumlah huru hara di dalam tanah melimpah, tetapi karena pH terlalu
rendah, maka unsur hara tersebut menjadi tidak tersedia bagi tanaman, sehingga
tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhan. Dalam batas-batas
tetentu bahkan akan menimbulkan zat bercun yang merugikan pertumbuhan tanaman
secara keseluruhan (Nawangsih, dkk, 2001).
Waktu pemupukan dapat dilakukan sebelum tanam atau pada saat tanam
sebagai pupuk dasar. Pupuk pertama yang
harus diberikan adalah TSP dan KCl serta sebagian pupuk N. Dosis pemupukan dapat ditentukan oleh jumlah
hara yang tersedia di dalam tanah.
Jumlah pupuk organik yang biasa digunakan sebanyak 20 ton/ha. Sedangkan
pupuk anorganik sebanyak 120 kg N/ha, 45-90 kg P/ha dan 30-60 kg K/ha.
Pemberian pupuk urea dapat diberikan 2-3 kali (Widodo, 2002).
PENGARUH CURAH HUJAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN GANDUM ( Tristicum
aestivum
L.
)
Pengertian Curah hujan
Curah hujan adalah
jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang
diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak
terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. Satuan CH adalah mm, inch.
terdapat beberapa cara mengukur curah hujan. Curah hujan (mm) : merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) millimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu millimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Curah hujan kumulatif (mm) : merupakan jumlah hujan yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Dalam periode musim, rentang waktunya adalah rata-rata panjang musim pada masing-masing Daerah Prakiraan Musim (DPM).
terdapat beberapa cara mengukur curah hujan. Curah hujan (mm) : merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) millimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu millimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Curah hujan kumulatif (mm) : merupakan jumlah hujan yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Dalam periode musim, rentang waktunya adalah rata-rata panjang musim pada masing-masing Daerah Prakiraan Musim (DPM).
Sifat Hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah
hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim kemarau) dengan
jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971- 2000).
Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) katagori, yaitu :
a. Diatas Normal (AN) : jika nilai curah hujan lebih dari
115% terhadap rata-ratanya.
b. Normal (N) : jika nilai curah hujan antara 85%--115%
terhadap rata-ratanya.
c. Dibawah Normal (BN) : jika nilai curah hujan kurang dari
85% terhadap rata-ratanya.
(Tjasyono,
2003 ; Tjasyono, 2006)
Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi
sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju dan hujan es) atau aerosol (seperti embun dan kabut). Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi
karena sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini
disebut sebagai virga. Hujan
memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula. (Monteith, j. L. 1975).
Jumlah air hujan diukur menggunakan pengukur hujan atau ombrometer. Ia dinyatakan sebagai kedalaman air yang terkumpul pada permukaan datar, dan diukur kurang lebih 0.25mm.
Satuan curah hujan menurut SI adalah milimeter, yang merupakan penyingkatan dari
liter per meter persegi. Air hujan sering digambarkan sebagai berbentuk
"lonjong", lebar di bawah dan menciut di atas, tetapi ini tidaklah
tepat. Air hujan kecil hampir bulat. Air hujan yang besar menjadi semakin
leper, seperti roti hamburger; air hujan yang lebih besar berbentuk
payung terjun. Air hujan yang besar jatuh lebih cepat berbanding air hujan yang
lebih kecil.
(Handoko, 1993)
Curah hujan di suatu
tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orografi dan
perputaran pertemuan arus udara. Faktor iklim sangat menentukan pertumbuhan dan
produksi tanaman. Apabila tanaman ditanam di luar daerah iklimnya, maka
produktivitasnya sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Studi tentang
perilaku kejadian tiap organisme atau tumbuhan dalam hubungannya dengan
perubahan-perubahan iklim disebut dengan fenologi. Untuk faktor iklim yang
dipergunakan dalam penelitian fenologi pada umumnya adalah curah hujan hal ini
adalah karena curah hujan secara langsung atau tidak langsung penting untuk
pengaturan waktu dan ruang dalam pembentukan bunga dan buah pada tumbuhan
tropis. (Nasir, A, 1990).
Penerimaan
curah hujan di permukaan bumi sangat bervariasi
menurut tempat dan waktu. Menurut tempat khususnya disebabkan oleh perbedaan
letak lintang serta keadaan atmosfer terutama awan ( Handoko, 1994 ).
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Curah Hujan
- Curah Hujan .
Kepentingan tanaman
terhadap besarnya curah hujan sudah dirasakan sejak panen. Adapun titik yang
kritis adalah saat pembungaa. Apabila saat pembungaan banyak hujan turun, maka
proses pembungaan akan terganggu. Tepung sari menjadi busuk dan tidak mempunyai
viabilitas lagi. Kepala putik dapat busuk karena kelembaban yang tinggi. Selain
itu,aktivitas serangga penyerbuk juga berkurang saat kelembaban tinggi.apabila
trjadi kerusakan pada tepung sari dan kepala puti berarti penyerbukan telah
gagal. Hal ini juga berarti bahwa pembuahan dan selanjutnya,panen, telah gagal
dan harus menunggu tahun berikutnya (Handoko 1993).
Untuk kepentingan
kajian atau praktis, hujan dibedakan menurut terjadinya, ukuran butirannya,
atau curah hujannya.
Jenis-jenis
hujan berdasarkan terjadinya
1. Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang
naik disertai dengan angin
berputar.
2. Hujan zenithal, yaitu hujan
yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator, akibat pertemuan Angin Pasat Timur
Laut dengan Angin Pasat Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan membentuk
gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh dan
turunlah hujan.
3. Hujan orografis, yaitu
hujan yang terjadi karena angin yang mengandung uap air yang bergerak horisontal. Angin
tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi
kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.
4. Hujan frontal, yaitu hujan
yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu dengan massa udara yang
panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut bidang front.
Karena lebih berat massa udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front
inilah sering terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal.
5. Hujan muson atau hujan
musiman, yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena adanya
pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara dan Garis
Balik Selatan. Di Indonesia, hujan muson terjadi bulan Oktober sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai Agustus. Siklus muson inilah yang menyebabkan
adanya musim
penghujan dan musim kemarau. (Tjasyono,
2006).
Menurut Ashari
(2006) sedikitnya ada 2 unsur yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu, Curah hujan dan distribusi
hujan dan Tinggi tempat
dari permukaan laut. (Kondratyev 1969)
Hubungan Curah Hujan Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Curah hujan di suatu tempat antara lain
dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orografi dan perputaran pertemuan arus
udara. Faktor iklim sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman. Apabila
tanaman ditanam di luar daerah iklimnya, maka produktivitasnya sering kali
tidak sesuai dengan yang diharapkan.Menurut Sutarno at
all (1997) Studi tentang perilaku kejadian tiap organisme atau
tumbuhan dalam hubungannya dengan perubahan-perubahan iklim disebut dengan
fenologi. Untuk faktor iklim yang dipergunakan dalam penelitian fenologi pada
umumnya adalah curah hujan hal ini adalah karena curah hujan secara langsung
atau tidak langsung penting untuk pengaturan waktu dan ruang dalam pembentukan
bunga dan buah pada tumbuhan tropis. (Monteith, 1997
)
Selain unsur iklim di atas, Produksi
tanaman juga dipengaruhi oleh Radiasi Matahari dan Suhu. Pertumbuhan tanaman
dapat dipengaruhi dalam berbagai cara oleh lingkungan. Kondisi lingkungan yang
sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk berbunga dan menghasilkan
benih. Kebanyakan speises tidak akan memasuki masa reproduktif jika pertumbuhan
vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai tahapan yang matang untuk
berbunga, sehubungan dengan ini terdapat dua rangsangan. Yang menyebabkan
perubahan itu terjadi, yaitu suhu dan panjang hari
(Setiadi, 1994).
Diwilayah dengan empat musim, pengaruh
suhu berlaku ganda. Pada waktu awal pertumbuhan suhu harus cukup tinggi agar
pertumbuhan tidak terhambat. Tetapi bagi kebanyakan tanaman terutama tanaman
tahunan, suhu sebelum perubahan fase pertumbuhan itu terjadi sangat penting.
Cekaman (stress) air yang diikuti oleh hujan
sering merangsang pembungaan tanaman tahunan tropika. Faktor lain yang memicu
pembungaan adalah panjang hari, atau panjang periode selama setiap 24 jam.
Tanaman berhari pnjang tidak akan berbunga jika ditanam di wilayah tropika (Whitman
dan Litcher, 1982).
Kepentingan tanaman terhadap besarnya curah hujan sudah dirasakan
sejak panen. Adapun titik yang kritis adalah saat pembungaa. Apabila saat pembungaan
banyak hujan turun, maka proses pembungaan akan terganggu. Tepung sari menjadi
busuk dan tidak mempunyai viabilitas lagi. Kepala putik dapat busuk karena
kelembaban yang tinggi. Selain itu,aktivitas serangga penyerbuk juga berkurang
saat kelembaban tinggi.apabila trjadi kerusakan pada tepung sari dan kepala
puti berarti penyerbukan telah gagal. Hal ini juga berarti bahwa pembuahan dan
selanjutnya,panen, telah gagal dan harus menunggu tahun berikutnya (Ashari 2006).
Pertumbuhan Tanaman Gandum ( Capsicum annum L. )
penanaman gandum dilakukan pada musim
kemarau setelah musim hujan maka tanah diberakan untuk menjaga aerasi
tanah. Pengolahan dilakukan dua kali yaitu: 1) Pengolahan
pertama pencangkulan/pembajakan dengan tujuan menggemburkan tanah dan membasmi
gulma; 2) Pengolahan tanah kedua yaitu
satu minggu setelah pengolahan pertama, sekaligus pemberian pupuk organik bila
diperlukan kemudian tanah dibiarkan selama 7-10 hari. Sebelum penanaman
terlebih dahulu dibuat lubang pertanaman dengan cara ditugal, kemudian benih
dimasukan 2-3 butir/lubang dan ditutup dengan tanah halus. Jarak tanam
tergantung dari tingkat kesuburan tanah. Jarak tanam yang sering digunakan
adalah 20 x 10 cm, 25 x 10 cm, dan 30 x 10 cm (Santika 2004).
Waktu pemupukan dapat dilakukan sebelum
tanam atau pada saat tanam sebagai pupuk dasar.
Pupuk pertama yang harus diberikan adalah TSP dan KCl serta sebagian
pupuk N. Dosis pemupukan dapat
ditentukan oleh jumlah hara yang tersedia di dalam tanah. Jumlah pupuk organik yang biasa digunakan
sebanyak 20 ton/ha. Sedangkan pupuk anorganik sebanyak 120 kg N/ha, 45-90 kg
P/ha dan 30-60 kg K/ha. Pemberian pupuk urea dapat diberikan 2-3 kali Soegito & Adie, 1993).
Penyiangan dilakukan 2-3 kali tergantung
banyaknya populasi gulma. Penyiangan pertama, kedua dan ketiga dilakukan pada
saat tanaman berumur satu bulan, tiga minggu setelah penyiangan pertama dan
selanjutnya tergantung pada jumlah populasi gulma. Di Indonesia hama yang
menyerang tanaman gandum dan cukup berbahaya adalah Aphhids, Walang sangit, Ulat
grayak, Penggerek batang, Sundep dan Nematoda
(Setiadi 2006).
Waktu pemupukan dapat dilakukan sebelum
tanam atau pada saat tanam sebagai pupuk dasar.
Pupuk pertama yang harus diberikan adalah TSP dan KCl serta sebagian
pupuk N. Dosis pemupukan dapat ditentukan
oleh jumlah hara yang tersedia di dalam tanah.
Jumlah pupuk organik yang biasa digunakan sebanyak 20 ton/ha. Sedangkan
pupuk anorganik sebanyak 120 kg N/ha, 45-90 kg P/ha dan 30-60 kg K/ha.
Pemberian pupuk urea dapat diberikan 2-3 kali (Sutejo
1998).
Pemupukan lewat daun diberikan dengan
cara menyemprotkan pupuk ke daun. Cara ini mempunyai kelebihan yaitu pupuk akan
diserap melalui mulut daun atau stomata dengan cepat dan per-tumbuhan tanaman
akan meningkat (Lingga, 1998).
Hubungan Curah Hujan Terhadap Pertumbuhan Tanaman Gandum (Capsicum annum L.)
Radiasi matahari memegang
peranan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kuantitas
dan kualitsanya diatur melalui sistem sensor-cahaya (photosensory) yang
secara kolektif dapat mengatur proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman
melalui pengamanan efisiensi fotosisntesis (Hanganter, 1997). Pertumbuhan
tanaman autotropik dipengaruhi oleh intensitas cahaya (diantaranya quantum
flux density) yang akan mendorong proses fotosintesis menghasilkan hampir
sebagian besar karbon dan energi kimia yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman
(Bjorkman, 1981).
Setiap jenis tanaman
mempunyai toleransi yang berbeda-beda terhadap intensitas cahaya matahari. Ada
tanaman yang tumbuh baik di tempat terbuka, sebaliknya ada beberapa tanaman
yang dapat tumbuh dengan baik pada tempat yang ternaungi. Begitu pula tanaman memerlukan
intensitas cahaya yang berbeda-beda untuk setiap tahap perkembangannya. Pada
waktu masih muda memerlukan cahaya dengan intensitas yang relatif rendah dan
menjelang dewasa mulai memerlukan cahaya dengan intensitas yang lebih tinggi
(Faridah, 1995 ; Suhardi, 1995).
Tanaman yang tumbuh pada lingkungan
berintensitas cahaya rendah memiliki akar yang lebih kecil, jumlahnya sedikit
dan tersusun dari sel yang berdinding tipis. Hal ini terjadi akibat
terhambatnya translokasi hasil fotosintesis dari akar. Ruas batang tanaman
lebih panjang tersusun dari sel-sel berdinding tipis, ruang antar sel lebih besar,
jaringan pengangkut dan penguat lebuh sedikit. Daun berukuran lebih besar, lebih
tipis dan ukuran stomata lebih besar, sel epidermis tipis, tetapi jumlah daun
lebih sedikit, ruang antar sel lebih banyak. Intensitas cahaya yang terlalu
tinggi dapat menurunkan laju fotosintesis hal ini disebabkan adanya
fotooksidasi klorofil yang berlangsung cepat, sehingga merusak klorofil.
Intensitas cahaya yang terlalu rendah akan membatasi fotosintesis dan menyebabkan
cadangan makanan cenderung lebih banyak dipakai daripada disimpan. Pada
intensitas cahaya yang tinggi kelembaban udara berkurang,sehingga proses
transpirasi berlangsung lebih cepat (Treshow, 1970).
Biji cabe yang tumbuh dari biji yang diletakan di tempat tidak ada sinar
matahari (gelap) akan tumbuh
lebih cepat,memiliki daun kecil dan tipis berwarna kekuning-kuningan,batangnya
lemah,dan akarnya tidak banyak,sedangkan kecambah yang tumbuh dari
biji dan diletakan di tempat yang ada sinar matahari akan tumbuh lebih
lambat,memiliki daun yang tumbuh di antara kotiledon,cepat menghijau dan
tebal,batangnya kuat,dan akarnya banyak.Hal ini terjadi karena pada daun
yang tidak mendapat sinar matahari akan mengandung air lebih banyak
sedangkan zat gulanya lebih sedikit.Akibatnya jumlah jaringan mesofil meningkat
sehingga daun yang terbentuk menjadi lebih lebar dan
tipis.Adapun pada daun yang mendapat sinar matahari akan mengandung
sedikit air dan jumlah gulanya banyak,akibatnya akan cepat
respirasi dan fotosintesis,sehingga daunnya akan lebih tebal
menghijau ,jaringan palisadenya berlapis lapis ,lapisan kutikula menebal
sehingga terbentuk daun yang lebih tebal dan sempit ,berwarna hijau ( Fardiaz, 1992)
Tumbuhan mempunyai respon yang berbeda beda terhadap
periode penyinaran cahaya matahari,ya ng disebut periodisme .
Berdasarkan respon tumbuhan terhadap periode penyinaran
ini dapat dibedakan menjadi: tumbuhan berhari pendek,tumbuhan berhari netral dan
tumbuhan berhari panjang. ( Dwijoseputro, 1997 )
a.
Tumbuhan berhari pendek
Tumbuhan berhari pendek merupakan tumbuhan yang dapat
berbunga ketika periode gelap lebih panjang dari pada pencahayaan.
Misalnya bunga dahlia,aster,strawberi,krisan.
b.
Tumbuhan berhari netral
Tumbuhan berhari netral merupakan tumbuhan berbunga yang
tidak dipengaruhi oleh lamanya/panjangnya hari penyinaran.Misalnya bunga
matahari,mawar dan kipas.
c.
Tumbuhan berhari
panjang
Tumbuhan berhari panjang merupakan tumbuhan yang berbung
ketika periode pencahayaan lebih lama / panjang daripada periode
gelap.Misalnya bayam,kentang,dan gandum.
KESIMPULAN
1. Radiasi
surya atau matahari adalah sinar yang dipancarkan dari matahari kepermukaan
bumi, yang disebabkan oleh adanya emisi bumi dan gas pijar panas matahari
2. Beberapa
faktor yang menentukan besarnya radiasi yang datang adalah tingkat keawanan,
tinggi matahari dan kondisi atmosfer. Tingkat keawanan dan tinggi matahari
(atau sudut datang matahari) merupakan faktor utama yang menentukan variasi
besarnya radiasi yang datang di bumi
3. Radiasi
matahari sangat diperlukan oleh tumbuhan untuk proses metabolisme. Radiasi gamma
dari sinar matahari merupakan sinar inframerah yang dapat menghambat laju
fotosintesis dan pertumbuhan pada tanaman
4. Varietas adalah salah satu faktor yang sangat menentukan dalam
pertumbuhan dan hasil tanaman cabai selain faktor lingkungan. Penggunaan
varietas unggul merupakan komponen teknologi yang penting untuk mencapai
produksi yang tinggi.
5. Radiasi surya memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Pertumbuhan tanaman autotropik dipengaruhi oleh
intensitas cahaya (diantaranya quantum flux density) yang akan mendorong
proses fotosintesis menghasilkan hampir sebagian besar karbon dan energi kimia
yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman cabai.
DAFTAR PUSTAKA
Bjorkman,
O., 1981. Responses to different quantum. In: Physiological Plant Ecology (O.L.
Lange, P.S. Nobel, C.B. Osmand and H. Zioglor, eds.). Part I. Springer-Verlag,
Berlin, Heidelberg, others. New York, pp: 57-107.
Dermawan,R
dan Asep Harpenas. 2010. Budi Daya Cabai Unggul,Cabai Besar,
Cabai
keriting, Cabai Rawit, dan Paprika. Penebar
Swadaya: Jakarta.
Dwijoseputro . 1997 .Pengantar Genetika . Jakarta
:Bharata .
Fardiaz,Srikandi . 1992 .Mikrobiologi
Pangan .Jakarta:PT Gramedia Utama.
Faridah
E, 1996. Pengaruh intensitas cahaya, mikoriza dan serbuk arang pada pertumbuhan
alam rybalanops Sp. Buletin Penelitian, Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta, 29
: 21-28.
Handoko,
Hani. 1993. Penilaian Kinerja.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hanganter,
R.P. 1997. Gravity, light and plant form. Plant Cell and Environment, 20
: 796 – 800.
Hewindati,
Yuni T. 2006. Hortikultura. Universitas Terbuka. Jakarta
Lingga,
P. 1998. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.
Monteith,
J.L. 1977. Climate. In Alvin Paulo de T. and T.T Kozlowski (ed). Ecophysiology
of Tropical Crops. New York: Academic Press.
Nawangsih,
A.A., H.P. Imdad, dan A. Wahyudi, 2001. Cabai Hot Beauty. Penebar Swadaya,
Jakarta. Hlm. 8-15.
Santika,
A. 1999. Agribisnis Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Santika,
A. 2004. Agribisnis Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Setiadi,
1989. Mikrobiologi Tanah II. Depdikbud Ditjen Dikti, Pusat Antar Universitas
Bioteknologi, IPB.
Setiadi.
2006. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Shibles,
R. M and C. R. Weber. 1965. Leaf Area, Solar Radiation Interception and
Dry
Matter Production by Soybean. Crop. Sci. 5: 575-577.
Soegito
& Adie. 1993. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suhardi.
1995. Effect of shading, mycorrizha inoculated and organic matter on the growth
of Hopea gregaria seedling. Buletin Penelitian Fakultas Kehutanan UGM
Yogyakarta, 28 : 18-27.
Sutejo.
1998. Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara. Bandung.
Tarigan,
S dan W. Wiryanta., 2003 Bertanam Cabai Hibrida Secara Intensif. Agromedia
Pustaka, Jakarta, Hal : 16 – 17, 33, 90 – 92.
Tjahjadi,
N. 1991. Seri Budidaya Cabai. Kanisius. Yogyakarta. 47 Hal.
Tjasyono,
B., 2003, Geosains, ITB
Tjasyono,
B., 2006, Ilmu Kebumian dan Entariksa, Rosdakarya, Bandung
Treshow,M.
L970. Environtment and Plant
Respont.
Mc Graw Hill Company,
New
York
Widodo
W. 2002. Bioteknologi Fermentasi Susu. Malang. Pusat Pengembangan
Bioteknologi
Universitas Muhammadiyah Malang.
Maaf ini jadinya pengaruh hujan terhadap gandum apa cabai ya ?
ReplyDelete